DUMAI – Memperingati Pekan Antimikroba se Dunia atau The World Antimicrobial Resistance (AMR) Awareness Week (WAAW) Tahun 2024, Loka POM di Kota Dumai menggelar Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Pengendalian Resistensi Antimikroba secara hybrid dan luring di Hotel The Zuri, Dumai, Kamis (21/11/2024).
Tema yang diangkat pada KIE ini adalah “Bersama Cegah Resistensi Anti Mikroba”. Kegiatan dibuka oleh Pjs. Walikota Dumai, yang diwakili oleh Staf Ahli Walikota Bidang Pemerintahan, Kemasyarakatan dan SDM, Drs. Muhammad Yunus.
Dalam sambutannya, Pjs. Walikota Dumai menyampaikan bahwa kegiatan KIE yang dilaksanakan oleh Loka POM di Kota Dumai merupakan salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan tenaga kesehatan mengenai bahaya resistensi anti mikroba dan mendorong perubahan perilaku dalam penggunaan antibiotik secara bijak dan bertanggungjawab.
Kepala Loka POM di Kota Dumai, Ully Mandasari, S.Farm.,Apt.,M.H dalam sambutannya menyampaikan bahwa resistensi antimikroba memunculkan ancaman serius bagi Indonesia dan seluruh dunia sehingga perlu upaya semua pihak mulai dari pemerintah, sektor swasta, masyarakat dalam mencegah terjadinya resistensi anti mikroba.
“Beberapa penyebab terjadinya resistensi antimikroba adalah penyerahan antibiotik secara bebas tanpa resep dokter, konsumsi antibiotik yang tidak tuntas, pola peresepan yang tidak tepat atau tidak rasional, penggunaan antimikroba yang tidak memenuhi syarat seperti kadar antimikroba yang tidak sesuai standar atau bahkan palsu, membuang antimikroba rusak/ sisa sembarangan, penggunaan antimikroba pada hewan secara berlebihan atau tidak rasional ,” jelas Kepala Loka POM Dumai.
Jika tubuh kebal terhadap antimikroba tindakan medis lain seperti transplantasi organ, kemoterapi, pengobatan diabetes dan operasi besar menjadi sangat beresiko, sehingga dikhawatirkan menjadi penyebab utama kematian. Resistensi antimikroba saat ini hampir tidak mungkin dihindari, namun dapat dikendalikan dan dimitigasi. “Kondisi ini memerlukan intervensi, baik melalui edukasi kepada masyarakat maupun pengawasan distribusi antibiotik lebih ketat di sarana pelayanan kefarmasian,” lanjutnya.
Dalam mengatasi hal ini, BPOM telah membentuk Tim Khusus Pengendalian Resistensi Antimikroba dan memiliki Peta jalan Rencana Aksi Pengendalian Resistensi Antimikroba periode Tahun 2020-2024 yang didalamnya melibatkan seluruh Unit Pelaksana Teknis Badan POM termasuk Loka POM di Kota Dumai.
Sesuai tugas dan fungsinya, BPOM melakukan pengawasan peredaran dan penggunaan antimikroba, khususnya pada manusia. Pengawalan BPOM yaitu melalui pemantauan dan evaluasi registrasi obat antimikroba, penguatan kebijakan melalui penyusunan pedoman, pelaksanaan kajian dan surveilans, intensifikasi pengawasan pengelolaan antimikroba di fasilitas pelayanan kefarmasian, sampling dan pengujian antimikroba serta pemantauan dan pendataan laporan efek samping obat (ESO) yang berkaitan dengan penggunaan antimikroba.
Penyelenggaraan KIE ini berperan sebagai sarana edukasi untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap pengendalian resistensi antimikroba. Peserta diberikan wawasan tentang cara menggunakan antibiotik secara bijak, mendapatkan antibiotik dari sumber yang benar, dan mengelola sampah antibiotik secara cerdas.
Kegiatan ini turut mengundang berbagai perwakilan dari tenaga pendidik dan siswa/i seluruh SMP dan SMA, akademisi dan mahasiswa Perguruan Tinggi, organisasi profesi, organisasi wanita, media cetak dan elektronik, pramuka, kader puskesmas dan tokoh masyarakat dengan jumlah peserta luring sebanyak 219 orang dan daring sebanyak 350 orang.
KIE juga diisi dengan materi komprehensif dari para pakar di bidangnya, yaitu influencer kesehatan sekaligus CEO dan Founder Farma Master Class, apt Rahmat Hidayat, M.Sc yang menerangkan informasi mengenai bahaya resitensi antimikroba, penyebab resistensi antimikroba, dampak resistensi antimikroba dan upaya pengendalian resitensi antimikroba.
“Penyakit karena mikroba yang resisten akan memicu penggunaan antimikroba dengan dosis yang lebih tinggi, atau membutuhkan antimikroba baru, sehingga sangat mempengaruhi biaya yang dikeluarkan dan berdampak pada kualitas kesehatan manusia,” ungkapnya.
Kita dapat berpartisipasi dalam pengendalian resistensi anti mikroba yaitu dengan tidak membeli atau menyerahkan/ menjual antimikroba tanpa resep dokter atau sembarangan, teruskan pengobatan dengan antimikroba yang diresepkan walaupun kondisi sudah membaik dengan tetap minum antibiotik yang diresepkan sampai habis, tidak membuang antimikroba rusak/ sisa sembarangan serta tegur dan laporkan jika mengetahui ada sarana yang menjual antimikroba sembarangan/ tanpa resep.
Selain KIE, pada kegiatan tersebut juga dilakukan pencanangan Aksi Bersama Cegah Resistensi Antimikroba yang dimaksudkan untuk mengajak seluruh pihak memiliki peran yang sama dalam mengampanyekan aksi ini kepada masyarakat luas.
Perwakilan yang hadir menjadi sasaran dengan harapan untuk dapat menjadi agen perubahan dalam menularkan informasi dan afirmasi terkait resistensi antimikroba. Selanjutnya, dilakukan pula penyerahan materi edukasi secara simbolis kepada perwakilan sebagai perwujudan komitmen dalam mengedukasi masyarakat. (*)